Selamat Datang!! Lihat-lihat Bacaan Saya ya!! Siapa tahu Bermanfaat bagi Kita Ya!! TrimaKasih!
MAAF, Blog ini sementara tidak difungsikan oleh saya, pindah ke HACHIBOBOY.BLOGSPOT.COM/AISYAHLAH.BLOGSPOT.COM

Selasa, 21 Juni 2011

Tragedi TKI

Ruyati binti Satubi, seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Bekasi, Jawa Barat, dieksekusi mati dengan cara dipancung oleh otoritas hukum Arab Saudi. Ia dihukum oleh pengadilan setempat karena terbukti bersalah membunuh majikannya.
Kasus Ruyati yang dieksekusi mati tanpa adanya perlindungan dan pembelaan berarti dari Pemerintah Indonesia hanyalah pengulangan nestapa yang menimpa TKI kita yang mencari nafkah di luar negeri. Kasus serupa sudah banyak terjadi sebelumnya, tak hanya di Arab Saudi tetapi juga di Malaysia dan sejumlah negara lain yang menjadi tujuan penempatan TKI.

Kita marah bukan hanya karena perlakuan tidak adil yang diterima para tenaga kerja kita di luar negeri, melainkan juga atas ketidakberdayaan pemerintah melindungi mereka. Dalam kasus Ruyati, pemerintah, termasuk para diplomatnya yang bertugas di Arab Saudi, sangat lamban mengantisipasi eksekusi hukuman mati terhadap wanita berusia 54 tahun itu. Padahal jika pemerintah sigap dan tanggap memberi bantuan hukum kemungkinan besar Ruyati bisa diselamatkan dari vonis hukuman mati. Bahkan, sekalipun vonis telah dijatuhkan, nyawa Ruyati masih sangat mungkin diselamatkan jika pemerintah dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan diplomasi tingkat tinggi terhadap Raja Arab Saudi. Hal itu sudah pernah dilakukan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur saat menjabat sebagai presiden dan hasilnya TKI yang telah divonis mati oleh pengadilan setempat batal dipancung.



Alasan bahwa aparat kita tidak diberi tahu oleh pengadilan Arab Saudi tentang hukuman yang mereka jatuhkan terhadap Ruyati merupakan alasan yang lemah. Justru alasan itu semakin menunjukkan belang pemerintah yang tidak becus mengurus dan melindungi TKI yang setiap bulan mengirim devisa triliunan rupiah dari luar negeri. Lantas apa tugas perwakilan kita di luar negeri selama ini? Seharusnya mereka proaktif memonitor, mengawasi dan mendata seluruh warga negara, termasuk TKI, yang berada di luar negeri. Dengan demikian mereka tahu apa masalah yang dihadapi warga negara Indonesia di luar negeri dan membantu menyelesaikannya.


Nasi sudah menjadi bubur. Tidak mungkin pemerintah bisa membalikkan keadaan sebelum Ruyati dieksekusi pancung. Kini, yang bisa dilakukan pemerintah adalah secara ksatria mengakui lalai sehingga Ruyati dieksekusi. Jangan lagi mencari kambing hitam di tengah kepedihan yang dialami para pahlawan devisa bangsa ini. Menyalahkan negara lain dan saling menyalahkan antar-institusi pemerintah untuk menutupi kelemahan hanya akan membuat rakyat semakin marah.


Selain mengaku lalai, pemerintah juga harus sungguh-sungguh memperbaiki kinerjanya dalam melindungi para TKI. Kini, lebih dari tujuh juta TKI bekerja di luar negeri dan puluhan orang dari mereka terancam mengalami nasib seperti Ruyati. Pemerintah harus bertindak cepat menyelamatkan mereka dari eksekusi hukuman mati.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus membuktikan bahwa pidato yang disampaikannya dalam Konferensi International Labour Organization (ILO) di Jenewa, Swiss pada 14 Juni 2011 lalu bukan sekadar retorika. Dalam pidatonya hanya hanya beberapa hari menjelang eksekusi mati Ruyati itu, SBY dengan bangganya menyebut bahwa Indonesia sudah memiliki mekanisme perlindungan pekerja migran.


Para TKI tidak butuh retorika belaka. Juga tidak butuh sekadar simpati tatkala mereka ditimpa malang. Yang mereka butuhkan adalah langkah-langkah nyata dan konkret dari pemerintah untuk melindungi mereka sehingga bisa bekerja dengan tenang dan aman di luar negeri. Pemerintah jangan cuma menjadikan mereka sapi perahan tetapi alpa menunaikan kewajiban memberikan perlindungan kepada setiap warga negaranya. **


sumber: haluankepri.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar